Minggu, 02 Desember 2012

Susahnya Nebeng Orang

Mungkin pembaca pernah ‘nebeng orang’, entah itu nebeng tempat tinggal/kosan/kamar, transportasi motor/mobil, atau makan/rokok dan sebagainya. Nah hal hal semacam itu terjadi mungkin sering sekali pada saat kita masih SMP, SMA atau kuliah dimana kadang memang istilah ‘mangan ra mangan sing penting kumpul’, sohib, pertemanan, ingin kumpul, rame-rame atau cuman sekedar ingin dapatkan fasilitas gratis tanpa membayar sepeserpun.
 
Nah, hal tersebut juga terjadi pada saya pada saat SMA atau kuliah; bukannya pada saat SD dan SMP nggak pernah, tetapi kejadian hal-hal ‘nebeng orang’ tersebut obvious pada saat saya SMA atau kuliah. Misal pada saat kuliah dimana saya nebeng makan di angkringan, karena si pemilik angkringan adalah teman saya, sehingga kalau lapar dan butuh teman ngobrol saya kesana dan nggak bayar (tetapi bukan berarti lalu saya makan seenaknya, palingan juga 1-2 gorengan dan minuman), atau pada saat kuliah; dimana saya pinjam printer milik teman atau tidur tempat teman untuk mengerjakan skripsi dan laporan.. mungkin suatu hal yang biasa bagi kita saat SMA/kuliah.
 
Disaat kerja pun, sekali tempo nebang iya, tetapi nggak yang tiap hari.. dan sepanjang ingatan saya, saya nggak penah nebang lebih dari 3 hari, pada saat belum ada kendaraan di Balikpapan (tempat pertama saya bekerja), saya menggunakan angkutan kota atau disana disebut taksi (sedang taksi argo adalah taksi sedan yang kita lihat di Jakarta), begitupula pada saat nggak ada makanan dan persediaan uang terbatas; yang saya lakukan ya menghemat untuk beli makan, dari 3x sehari menjadi 2x sehari, meski pada akhirnya saya mesti hutang kepada teman kantor karena memang sudah nggak punya uang lagi, tetapi bukan berarti saya nebeng orang kan ? karena saya berhutang dan itu untuk kali itu saja karena memang keadaan keuangan sudah nggak mencukupi
 
Setelah saya hijrah kerja ke Jakartapun demikian, ada teman yang tinggal di mess di bilangan Jakarta; kembali lagi saya merasa lebih bebas apabila semua dilakukan sendiri dan menjadi milik sendiri.. saya tidak mau tinggal bersama teman (bukan berarti nggak berteman atau nggak mau), tetapi lebih karena memang merasa ingin bebas dan sungkan saja menggunakan fasilitas yang bukan dedicated untuk saya. Sehingga untuk memudahkan saya untuk tempat tinggal; saya buru-buru mencari kos dan untuk transportasi, saya mengirim motor saya ke Jakarta. Hal-hal tersebut untuk memudahkan urusan saya kedepan. Begitu halnya pada saat saya berada di AS, semua terasa sangat nyaman dimana kita menjadi benar-benar mandiri sehingga memantapkan diri sebagai peribadi yang individual.
 
Nah menjadi lain dimana berada di Quite ini, untuk pengurusan berkas berkas kependudukan saja memakan waktu sangat lama dan cukup membuat ‘kurang nyaman’ istilah halusnya, hal ini dikarenakan dalam pengurusan tersebut; passport kita ditahan hingga urusannya beres, nah bagaimana mau pulang kampong dahulu atau melanjutkan urusan lain kalau passport saja kena tahan? Istilah residensi daja cukup memakan waktu… hadew, sedangkan residensi itu untuk pengurusan KTP Quite, dan dari KTP itu baru bisa untuk urusan selanjutnya.. semacam menyewa apartemen/rumah, beli kendaraan, alat komunikasi (modem internet, SIM card) dan sebagainya. Nah efek domino-nya berada diamna ? dikarenakan KTP tersebut, belum bisa kemana-mana (karena passport ditahan), mengurus visa untuk keluarga, SIM atau ijin mengemudi, dan memiliki kendaraan semuannya berhenti.. menjadi sesuatu yang nggak bisa dikontrol alias menjadi bola liar; kenapa saya katakana bola liar.. karena sesuatu yang diluar yurisdiksi saya, diluar control saya, semua lari ke Negara dan terserah Negara mau ketuk palu bagaimana
 
Jangan dikira urusan 4 item (KTP, visa keluarga, SIM dan pembelian kendaaran/pulang kampong berlibur) diatas cukup cepat, malah terbalik kok dimana 4 urusan diatas itu sungguh menyita waktu selama 3-4 bulan hingga semuanya bisa dikatan beres/didapatkan, jadi sungguh memakan waktu yang nggak sedikit dan kemana-mana menjadi terbatas.. bahkan hendak ke kantorpun dan pulang kantor selama waktu itu akan terus mencari temen tebengan atau kalau mau taksi yang ongkosnya juga nggak kira-kira, jikalau mau berangkat dan pulang kantor naek taksi, ongkos perharinya ~120 ribu rupiah/hari ! benar-benar sudah dah..
 
Saya harap sih segera sudah saya mendapatkan KTP dan SIM sehingga urusan akan sedikit lebih lancer dan mudah kedepannya, karena hal hal tersebut akan menentukan apakah saya mudah untuk beradaptasi atau tidak, ini sangat krusial dan penting, kalau urusan yang bisa kelar-kelar dan nggak jelas jluntrungannya kan malah menjadi kontra-produktif; baik bagi saya dan perusahaan. Saat ini sih saya masih coba untuk tetap positif thinking dan semoga semuanya akan baik-baik saja.. kita lihat saja teman !
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar